BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Zaman semakin berkembang dengan pesat, teknologi pun semakin
berkembang. Begitu juga dengan ilmu pengetahuan. Namun, nilai-nilai kebangsaan
dan kepahlawanan dalam NKRI semakin luntur. Dahulu nilai-nilai kebangsaan
sangatlah dihargai oleh warga masyarakatnya. Dan generasi mudanya pun
berlomba-lomba untuk mengharumkan nama bangsa.
Namun saat ini, generasi muda tampaknya lebih asik dengan teknologi yang
mereka punya. Contohnya, mereka lebih senang lagu-lagu yang menjadi trend saat ini, dibandingkan lagu-lagu
perjuangan. Dan lebih mengetahui nama-nama artis baik dalam maupun luar negeri,
daripada nama pahlawan yang dahulu memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia.
Tapi Penulis mengharapkan, generasi muda NKRI kedepannya akan lebih dan lebih
menghargai bangsa dan dapat mengetahui kisah-kisah para pahlawan ataupun
sekedar mengetahui nama-nama pahlawan.
B.
Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam kegiatan
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara di Kabupaten Bandung.
C.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. KEPERINTISAN
a. Definisi
b. Contoh Keperintisan
2. KEBANGSAAN
a. Definisi
b. Nilai Kebangsaan
c. Contoh Kebangsaan
3. KEPAHLAWANAN
a. Definisi
b. Ciri-ciri Kepahlawanan
c. Contoh Kepahlawanan
d. 3 Tokoh Pahlawan Nasional
4. Lambang Negara
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
1.
KEPERINTISAN
A. DEFINISI
Sebetulnya ada istilah lain yang lebih mengena untuk
saat sekarang ini yang dapat dihubungkan unsur kepahlawanan adalah istilah
pelopor. Istilah pelopor dapat diartikan secara bebas, orang-orang yang mampu
berada digaris depan, pembuka jalan, dan sebagai perintis untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Dalam konsep pelopor ini terdapat nilai keperintisan. Artinya ada muatan
makna bahwa orang yang dianggap sebagai pelopor adalah mereka yang berjalan
memimpin terde-pan, melakukan rintisan sekaligus sebagai pembuka jalan. Konsep
ini dapat berarti lebih luas, tidak saja dalam aspek kemiliteran tetapi dapat
merambah ke dunia ide. Orang-orang yang melontarkan ide paling awal,
menciptakan sesuatu produk budaya, ekonomi, dan bahkan juga hampir semua aspek
kehidupan masyarakat. Dalam berbicara kepahlawanan, tidak lepas dari berbicara
masalah kepeloporan dan keperintisan tersebut, karena kepeloporan dan
keperintisan juga memiliki muatan sikap perjuangan yang rela berkorban, berani,
penuh unsur kepemimpinan. Oleh se-bab itu unsur-unsur kepeloporan,
keperintisan, dan kejuangan, semuanya merupakan bagian dari unsur kepahlawanan.
B. CONTOH
KEPERINTISAN
-
Budi Oetomo sebagai perintis Kemerdekaan
bangsa Indonesia.
-
B.J. Habibie merintis membuat pesawat
terbang di Indonesia.
2. KEBANGSAAN
A.
DEFINISI
Bangsa secara umum dapat diartikan
sebagai “Kesatuan orang-orang yang sama asal keturunan, adat, agama, dan
historisnya”. Bangsa adalah sekelompok besar manusia yang memiliki cita-cita
moral dan hukun yang terikat menjadi satu karena keinginan dan pengalaman
sejarah di masa lalu serta mendiami wilayah suatu Negara.
B.
NILAI KEBANGSAAN
Sebagai ideologi nasional,
nilai-nilai kebangsaan melandasi pandangan (cara pandang) atau falsafah hidup
bangsa Indonesia. Nilai-nilai kebangsaan tersebut mewujud dalam realita kehidupan
bangsa Indonesia yang majemuk (pluralistik) yang menjadi kesepakatan dalam
membangun kebersamaan. Sebagai ideologi, nilai-nilai kebangsaan tersebut
menjadi etika dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta sekaligus
menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia.
Sebagai jati diri bangsa, nilai-nilai
kebangsaan tersebut berwujud menjadi sikap dan peri laku yang nampak pada atau
ditunjukkan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Misalnya, bagaimana seorang bangsa Indonesia harus bersikap dan
berperilaku dalam kebersamaan sebagai anggota masyarakat, bagaimana ia harus
bersikap dan berperilaku dalam kebersamaan sebagai komponen bangsa, serta
bagaimana ia harus bersikap dan berperi laku dalam kebersamaan sebagai warga
negara Indonesia.
Nilai-nilai kebangsaan tersebut sebagai sistem
nilai yang bersumber dari dan mengakar dalam budaya bangsa Indonesia itu telah
disepakati dinamakan Pancasila.
C.
CONTOH KEBANGSAAN
-
Merasa bangga
menjadi bangsa Indonesia
-
Menggunakan dan
mencintai produk dalam negeri
-
Bangga membela
kehormatan negara
3.
KEPAHLAWANAN
A. DEFINISI
Berdasarkan Kamus Besar bahasa Indonesia,
Kepahlawanan adalah perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan,
kerelaan berkorban, dan kekesatriaan)
B. CIRI-CIRI KEPAHLAWANAN
a.
Berani
Contohnya, keberanian dari Kapitan Pattimura melawan
penjajah Belanda. Dalam setiap usaha dan perjuangan kita harus berani
menghadapi segala tantangan dan rintangan. Seorang pejuang bukanlah seorang
yang penakut. Karena kita memperjuangkan kebenaran dan kebaikan, kita tidak
boleh takut.
b. Tangguh
Tangguh artinya berjuang tanpa henti, tidak mudah
goyah atau tidak mudah terpengaruh. Seorang pejuang akan terus berjuang sebelum
cita-citanya tercapai. Agar memiliki ketangguhan kita harus memiliki rasa
percaya diri, sabar dan teguh pendirian. Kapitan Pattimura merupakan seorang
yang tangguh. Ini terlihat dari sikap Kapitan Pattimura yang tidak mau dibujuk
untuk bekerja sama dengan Belanda.
c. Bersemangat untuk maju
Setiap orang mempunyai keinginan untuk hidup lebih
baik. Keinginan tersebut harus diikuti dengan semangat dan usaha yang sungguh-sungguh.
Tanpa semangat dan kesungguhan, maka apa yang diinginkan tidak akan tercapai.
d. Ikhlas
Seorang pahlawan sejati akan berjuang dengan ikhlas
tanpa pamrih. Ikhlas artinya tidak mengharapkan imbalan. Suatu kebaikan yang
dilakukan dengan ikhlas maka akan mendatangkan hasil yang baik pula. Namun
sebaliknya suatu kebaikan yang dilandasi dengan pamrih tertentu, justru bisa
mendatangkan suatu keburukan.
e. Rela berkorban
Dalam setiap perjuangan selalu membutuhkan
pengorbanan. Pengorbanan ini bisa berupa pikiran, waktu, tenaga, harta, bahkan
nyawa. Sikap rela berkorban telah ditunjukkan oleh Kapitan Pattimura. Ia rela
dihukum gantung oleh Belanda demi memperjuangkan cita-cita rakyat Maluku.
C. CONTOH KEPAHLAWANAN
1. Berani bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukan
2. Pantang putus asa dalam menanggulangi kesukaran
3. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
3
TOKOH PAHLAWAN NASIONAL
1.
Laksamana Laut Martadinata
R.E. Martadinata dilahirkan
pada tanggal 29 Maret 1921 di Bandung dari pasangan Raden Ruchijat Martadinata
dengan Raden Soehaeni. Mengenyam pendidikan di bangku sekolah diawali dengan
masuk Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Lahat (1927-1934) dilanjutkan ke
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs bagian B (MULO-B) Bandung (1934- 1938) dan
Algemene Middelbare School (AMS) Jakarta (1938-1941). Keinginan untuk
melanjutkan sekolah setinggi-tingginya dilakukan dengan masuk pendidikan tinggi
Zeevaart Technische School Jakarta pada tahun 1942 tetapi tidak sampai tamat
karena masuknya tentara Jepang. Pada tahun 1943, pemerintah pendudukan Jepang
membuka kesempatan bagi para pemuda pribumi untuk masuk Sekolah Pelayaran
Tinggi (SPT). R.E. Martadinata berhasil menyelesaikan dengan nilai terbaik
sehingga ia diangkat menjadi Guru SPT Jakarta. Disela-sela mengajarkan ilmu
kelautan kepada murid-muridnya, R.E. Martadinata juga menanamkan jiwa
nasionalisme dengan semboyan “ Kuasailah Lautanmu”. Semboyan tersebut merupakan
ungkapan semangat dari sanubari yang paling dalam dari anak pribumi karena
selama berabad-abad lautan Indonesia dikuasai oleh bangsa asing. Masih dalam
lingkungan SPT, ia diberi kepercayaan untuk memimpin kapal latih Dai-28 Sakura
Maru pada tanggal 1 Nopember 1944. Dengan bekal keahliannya dalam ilmu
pelayaran, R.E. Martadinata bersama-sama dengan para pemuda lulusan SPT, para
pelaut dari Jawatan Pelayaran Jawa Unko Kaisya ikut aktif membantu persiapan
kemerdekaan. Para pemuda dan pelaut dengan semangat nasionalisme yang tinggi
ini bergabung dan membentuk “Barisan Banteng Laut” dipimpin R.E. Martadinata
yang bermarkas di Penjaringan Jakarta. Kesatuan laskar Barisan Banteng Laut ini
merupakan bagian penting dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Menjelang
proklamasi 17 Agustus 1945, kelompok bahariawan ini berhasil meng-hubungi Bung
Karno dan Bung Hatta untuk berdiskusi dan menyampaikan informasi dalam rangka
membantu persiapan proklamasi.
Setelah proklamasi
dikumandangkan, kewajiban setiap rakyat Indonesia adalah mempertahankan
kemerdekaan dengan seluruh jiwa dan raganya. Para pemuda pelaut di bawah
pimpinan R.E. Martadinata melucuti senjata tentara Jepang, merebut kapal-kapal
milik Jawatan Pelayaran Jawa Unko Kaisya, menguasai pelabuhan penting dan
menduduki gedung-gedung dan kantor milik pendudukan Jepang. Tanggal 10
September 1945, para tokoh pelaut mendirikan Badan Keamanan Rakyat Laut Pusat
(cikal bakal TNI AL) dipimpin M. Pardi yang bermarkas di Jl. Budi Utomo Jakarta
Pusat. R.E. Martadinata bersama dengan Adam menjadi staf pembantu didukung oleh
Darjaatmaka, R. Surjadi dan Oentoro Koesmardjo.
Dunia pendidikan selalu
dekat dengan perjuang-annya yaitu ketika diangkat menjadi komandan Latihan
Opsir Kilat ALRI di Kalibakung. Ketika meletus Agresi Militer pertama Belanda,
ia bersama-sama dengan para siswa terjun ke medan pertempuran dan bergerilya
menghadapi Belanda di sektor Tegal dan Pekalongan. Usai bertempur, ia ditunjuk
untuk membuka pendidikan perwira Basic Operation School di Sarangan sebagai
kelanjutan pendidikan di Kalibakung. Sejak tanggal 1 Desember 1948, R.E.
Martadinata mendampingi KSAL R. Soebijakto membentuk Angkatan Laut Daerah Aceh
(ALDA) untuk mengorganisir armada penyelundup, Training Station Serang Jaya dan
kebutuhan logistik.
Setelah pengakuan
kemerdekaan, Belanda menyerahkan dua korvet kepada pemerintah RI dan R.E.
Martadinata menjadi salah satu komandan kapal yang diberi nama RI Hang Tuah
yang pernah ikut menumpas pemberontakan Andi Aziz di Makassar. Perjalanan
karirnya terus menanjak dan dipercaya menjadi Ko-mandan Kesatuan ALRI di Italia
(Kalita) untuk mengawasi pembuatan dua kapal korvet dan dua kapal fregat.
Puncak karir di ALRI ketika diangkat menjadi KSAL pada tanggal 17 Juli 1959 dan
saat itu dilakukan perubahan dengan program “Menuju Angkatan Laut yang Jaya”
dengan bertitik tolak pada konsepsi Wawasan Nusantara. Membangun Angkatan Laut
yang kuat perlu penataan kekuatan Armada dan operasi yang didukung dengan
pendirian darat. Armada Angkatan Laut menjadi bertambah kuat dengan pengadaan
kapal perang, pesawat udara, pasukan komando dan peralatannya serta pendirian
fasilitas pangkalan secara moderen sehingga pada tanggal 5 Desember 1959
lahirlah Armada Republik Indonesia yang menjadi kekuatan terbesar di Asia
Tenggara dan menjadi kebanggaan rakyat.
Pengabdian kepada
bangsa dan negara dilanjutkan ketika diangkat menjadi Duta Besar dan Berkuasa
Penuh di Pakistan pada tanggal 1 September 1966. Pada saat peringatan HUT ABRI
tanggal 5 Oktober 1966, ia datang ke Jakarta untuk menerima kenaikan pangkat
menjadi Laksamana di Istana Negara. Tanggal 6 Oktober 1966, R.E. Martadinata
mengajak koleganya dari Pakistan Kolonel Syed Mazhar Ahmed dan istrinya Begum
Salma serta Magda Elizabeth Mari Rauf ke Puncak menggunakan helikopter jenis
Alloute A IV 422 yang dipiloti Letnan Willy. Kembali dari Puncak menuju Jakarta,
R.E. Martadinata mengambil alih kemudi pesawat dan menerbangkan sendiri bersama
tamunya. Tetapi naas, saat melewati Puncak Pass tiba-tiba cuaca buruk dan
pesawat heli menabrak tebing batu dan meledak mengakibatkan gugurnya R.E.
Martadinata dan seluruh penumpangnya. Jenazahnya dimakamkan di Kalibata dengan
inspektur upacara Jenderal TNI Soeharto. Pemerintah menghargai jasa-jasa dan
perjuangannya serta mengangkat Laksamana TNI R.E. Martadinata sebagai Pahlawan
Nasional melalui Skep Presiden tanggal 7 Oktober 1966.
2.
I GUSTI KETUT JELANTIK
Pada masa itu, di Bali
terdapat Hukum hak Tawan Karam yaitu suatu hak bagi kerajaan yang dapat menyita
dan menguasai kapal-kapal yang terdampar di sepanjang Pantai Pulau Bali. Banyak
Kapal-kapal milik Belanda yang terkena hukum ini sehingga Belanda merasa amat
dirugikan karena adanya hukum ini.
Tahun 1843 Belanda
memaksa raja-raja di bali untuk menghapuskan hukum hak Tawan Karang. namun
beberapa tahun kemudian, Raja Buleleng tetap merampas kapal milik Belanda yang
karam di perairannya. Hal inilah yang memicu peperangan antara Belanda dan
Kerajaan Buleleng. Peperangan ini bahkan akhirnya menyebar hingga ke seluruh
Bali.
I Gusti Ketut Jelantik
adalah Patih Agung kerajaan Buleleng yang amat membenci belanda. Tanggal 27
Juni 1846, Belanda menyerang Kerajaan buleleng dan berhasil menduduki Istana
Buleleng. Raja Buleleng dan Patih Jelantik kemudian mundur ke Jagaraga.
Pada tahun 1849,
Belanda kembali menyerang Jagaraga. Tanggal 16 April 1849, Belanda berhasil
menguasai Jagaraga. Belanda terus dan terus mengejar Patih Jelantik dan
pasukannya dan pada pertempurandi Perbukitan Bale Pundak, Patih Jelantik gugur.
I Gusti Ketut Jelantik
dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No 077/TK/1993.
3.
RADIN INTEN II
Radin Inten II, putra
dari Radin Inten Kesuma II, cucu dari Radin Inten I yang semuanya menantang Belanda,
beliau dilahirkan tahun 1834 di desa Kuripan Marga Dantara (sekarang Penengaha
Lampung Selatan) merupakan keturunan darah putih yang mempunyai pertalian erat
dengan kerajaan banten 1.
Sejak muda, Radin Inten
II sangat tidak menyenangi kehadiran kolonialis Belanda di daerah Lampung,
Radin Inten II merupakan ratu sekaligus panglima perang dan ia pun merupakan
seorang pemikir yang kuat.
Pada tahun 1850 dalam
usia yang ke 16 tahun, Radin Inten II dinobatkan sebagai Ratu Lampung. Dan pada
tahun 1851 pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten Yuch dengan 400 balatentara
dan ditambah pasukan lainnya menyerang dan berusah merebut benteng pertahanan
Radin Inten II yang berada di Merambung, namun usaha Belanda menemui kegagalan
mereka dapat dihancurkan oleh pasukan Radin Inten II ini semakin mengobarkan
semangat perjuangan Masyarakat Lampung, berkali-kali Belanda mengirimkan
pasukan untuk menghancurkan Pasukan Radin Inten II namun tetap mengalami
kegagalan.
Hinggga pada tahun1856,
Belanda mengirimkan sebuah pasukan armada ke Lampung yang berkekuatan 9 buah
kapal perang, 3 buah kapal pengangkut peralatan dan puluhan kapal mayang dan
perahu jung. Ekspedisi ini dipimpin oleh Kolonel Welson dengan bantuan Mayor
Nata, Mayor Van Ostade, Mayor A. W. Weitsel. Serangan besar-besaran pasukan Belanda
ini dihadapi pasukan Radin Inten II dengan gerilya dan siasat perang sehingga
membingungkan pasukan Belanda. Akhirnya Belanda menjalankan siasat licik dengan
memperalat bawahan Radin Inten II, dengan demikian Belanda dapat menyergap
Radin Inten II. Pada saat itu beliau sedang bertemu dengan bawahannya, hingga
terjadi pertempuran yang sangat dasyat . Radin Inten II mengerahkan segala kemampuanya
melawan serangan Belanda, namun karena jumlah dan persenjataan yang tidak
seiimbang, Singa Lampung tersebut gugur pada tanggal 5 Oktober 1856 dalam usia
yang ke 22 tahun.
4.
LAMBANG NEGARA
Lambang negara
Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang
negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah
kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang
dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan
pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik
Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang negara Garuda
Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Deskripsi dan
arti filosofi
Garuda
·
Garuda Pancasila
sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam
sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang
rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa
Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
·
Warna keemasan
pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
·
Garuda memiliki
paruh, Penulisp, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga
pembangunan.
·
Jumlah bulu
Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
o 17 helai bulu pada masing-masing Penulisp
o 8 helai bulu pada ekor
o 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal
ekor
o 45 helai bulu di leher
Perisai
v Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam
kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan
perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
v Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam
tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis
khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
v Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera
kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya
berwarna dasar hitam.
v Pada perisai terdapat lima buah ruang yang
mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah
sebagai berikut:
v Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima
berlatar hitam.
v Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri
bawah perisai berlatar merah.
v Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih.
v Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala
banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah.
v Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai
berlatar putih.
Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Ø Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai
pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
Ø Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari
Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka
ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata
"ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan
"Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada
hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa
Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan
dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Bahwa
nilai-nilai kepahlawanan dan kebangsaan saat ini ada indikasi terjadi penurunan
atau pergeseran nilai di mata para generasi muda;
b.
Karena adanya
penurunan atau pergeseran nilai-nialai kepahlawanan, para generasi muda pada
umumnya kurang mengerti dan memahami arti kepahlawanan;
c.
Generasi muda
banyak yang tidak mengetahui nama-nama pahlawan nasional, dan ebih mengenal
para artis dalam maupun luar negeri;
2.
S A R A N
Karena adanya
peburunan atau pergeseran nilai-nila kepahlawanan pada generasi muda, maka
dipandang perlu peningkatan pengetahuan tentang kepahlawan dan kebangsaan
melalui pendidikan pendahuluan bela negara secara terpadu dan
berekensinambungan.